Hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh, didakwa menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp650 juta terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Senin (06/05).
Gazalba menerima uang suap itu bersama seorang pengacara yang berkantor di Surabaya, Ahmad Riyad.
Uang suap sebesar Rp650 juta itu diterima Gazalba dan Riyad dari Jawahirul Fuad, terpidana kasus pidana terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
Dalam amar dakwaan, jaksa menyebut uang itu diterima kedua terdakwa saat Jawahirul sedang mengurus kasasi di MA pada 2022 lalu.
Lewatkan Artikel-artikel yang direkomendasikan dan terus membaca
Artikel-artikel yang direkomendasikan
Achsanul Qosasi ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi Menara BTS Kominfo, BPK didesak berbenah
Rumah elite di Sentul jadi tempat produksi bahan baku ganja sintetis Pinaca – Apa itu Pinaca dan bagaimana peredarannya di Indonesia?
Ketua KPK Firli Bahuri diperiksa kepolisian terkait kasus dugaan pemerasan, pegiat antikorupsi: ‘Preseden buruk’ dan 'ironis'
Sidak etik skandal rutan KPK, sebanyak 78 pegawai dijatuhi sanksi berat – ‘Komisi ini hancur, harus di-install ulang’
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Perbuatan Gazalba dan Riyad itu, menurut Jaksa KPK, Wahyu Dwi Oktafianto, "haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa".
Siapa Gazalba Saleh?
Nama Gazalba Saleh menjadi sorotan di media ketika dia dibebaskan pada awal Agustus 2023 dalam kasus suap pengurusan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi
Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu
Episode
Akhir dari Podcast
Dia bebas setelah Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, menyatakan bahwa Gazalba tidak terbukti menerima suap. Dia sebelumnya ditahan sejak 8 Desember 2022.
Pada 1 Agustus 2023, Gazalba dibebaskan dari Rutan Pomdam Jaya Guntur pada malam hari setelah putusan dibacakan. Saat itu dia masih berstatus tersangka dalam kasus lainnya.
KPK lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), tetapi upaya hukum terakhir itu ditolak.
Baca juga:
- Hakim Agung divonis bebas dari kasus suap penanganan perkara, KPK ajukan kasasi
- KPK tetapkan hakim tersangka ke-14 dugaan korupsi di Mahkamah Agung, 'Indonesia darurat peradaban hukum‘
- Dugaan suap hakim agung: Persidangan MA yang tertutup 'jadi celah permainan perkara', KPK diminta usut potensi keterlibatan hakim lain
Tidak lama kemudian, KPK kembali menahan Gazalba Saleh karena kasus gratifikasi dan TPPU.
Diberitakan bahwa hakim agung nonaktif itu kembali mengenakan rompi oranye bertuliskan “Tahanan KPK” pada 30 November 2023 dengan kedua tangannya diborgol. Ketika itu dia dibawa ke ruangan tahanan KPK.
Dia ditahan terkait perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Status tersangka dalam perkara ini telah disematkan KPK kepada Gazalba sejak 21 Maret 2023, demikian dilaporkan Kompas.com.
Keterangan awal KPK, saat itu, mengatakan, penyidik menelusuri aliran dana Gazalba Saleh dan menemukan dugaan tindakan menyamarkan, menyembunyikan, dan membelanjakan uang menjadi aset-aset bernilai ekonomis.
Nama Gazalba Saleh juga pernah menjadi sorotan publik ketika ia menangani perkara suap pengurusan izin ekspor benih lobster atau benur yang dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, pada Maret 2022.
Ketika itu, majelis kasasi MA memotong masa hukuman Edhy Prabowo dari sembilan tahun menjadi lima tahun penjara.
Vonis kasasi tersebut diketok ketua majelis hakim Sofyan Sitompul dan Gazalba Saleh dan Sinintha Tuliansi Sibarani sebagai hakim anggota.
Seperti apa kronologi Gazalba diduga menerima suap?
Dalam amar dakwaan yang dibacakan pada Senin, 6 Mei 2024, Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktafianto mengatakan, perkara itu bermula ketika sosok bernama Jawahirul Fuad terjerat kasus pidana karena pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
Fuad disebut sebagai pemilik UD Logam Jaya. Dia divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jombang, seperti dilaporkan Kompas.com.
Hukuman itu lantas dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada tingkat banding.
Lantaran kalah di pengadilan tingkat dua, Fuad kemudian meminta bantuan Kepala Desa Kedunglosari, Mohammad Hani, guna mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat Kasasi pada MA.
Hani kemudian membawa Fuad bertemu pengasuh Pesantren di Sidoarjo bernama Agoes Ali Masyhuri pada 14 Juli 2021.
Kiai Agoes kemudian menghubungkan Fuad dengan pengacara bernama Ahmad Riyad, kata jaksa dalam amar dakwaan.
Ketika ditemui Fuad dan Hani, sang pengacara ini mendapatkan informasi bahwa perkara kasasi itu ditangani Hakim Agung Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh.
Dilaporkan, pengacara ini kemudian menjembatani pengurusan perkara Fuad tersebut dengan Gazalba Saleh.
“Dengan menyediakan uang sejumlah Rp500 juta untuk diberikan kepada terdakwa (Gazalba), setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa,” ungkap Jaksa Wahyu.
Pada akhir Juli 2022, Fuad menyerahkan uang Rp500 juta kepada Riyad di kantor hukumnya di Wonokromo, Surabaya.
Riyad kemudian bertemu Gazalba di sebuah hotel di Surabaya pada 30 Juli 2022. dia menyampaikan permintaan Fuad agar diputus bebas oleh majelis kasasi.
Dalam perkembangannya, sebagai hakim agung, Gazalba meminta asistennya, Prasetio Nugroho, supaya membuat resume perkara Fuad yang bernomor 3679 K/PID/SUS-LH/2022 dengan putusan “Kabul Terdakwa”.
“Meskipun berkas perkara belum masuk ke ruangan terdakwa,” ungkap Wahyu di persidangan.
Resume itu kemudian menjadi dasar Gazalba dalam membuat lembar pendapat hakim atau advise blaad, tambahnya.
Musyawarah pengucapan putusan perkara Fuad digelar pada 6 September 2022 di MA.
Majelis kasasi mengabulkan permohonan terdakwa, yaitu dinyatakan bebas atau tidak terbukti.
Lalu, pada September 2022, Riyad menyerahkan uang S$18.000 atau Rp200 juta kepada Gazalba di Bandara Juanda, Surabaya.
Uang itu merupakan bagian dari Rp500 juta yang dibayarkan Fuad beberapa waktu sebelumnya.
Pada bulan yang sama, Riyad juga meminta Rp150 juta kepada Fuad. Permintaan itu pun dipenuhi.
Dengan demikian, demikian amar dakwaa Jaksa KPK, Gazalba diduga secara keseluruhan menerima gratifikasi Rp650 juta.
“Terdakwa menerima bagian sejumlah 18.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 200.000.000 sedangkan sisanya sejumlah Rp 450.000.000 merupakan bagian yang diterima Ahmad Riyad,” papar Wahyu.
Lantaran tidak melaporkan uang itu dalam waktu 30 hari kerja, penerimaan tersebut tergolong dalam gratifikasi.
Gazalba dan Riyad diduga melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Riyadh menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 650 juta haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa,” tandas Jaksa Wahyu.